SISWA SMP DI PURWAKARTA DIDUGA JADI KORBAN KEBENGISAN OKNUM GURUNYA
Purwakarta, Beberapa siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Pasawahan Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa barat diduga telah menjadi korban penganianyaan oleh beberapa oknum gurunya. Selasa (20/12/2022)
Orangtua Siswa korban penganiayaan tidak terima atas perlakuan para oknum Guru tersebut, terlebih salahsatu Orangtua siswa yang rumahnya disambangi oknum guru dan menganiaya anaknya didepan mereka, Hanya bisa mengelus dada saja ketika melihat anaknya dianiaya dirumahnya sendiri.
” Saya tidak terima atas apa yang telah dilakukan oleh oknum guru SMPN 2 Pasawahan terhadap anak saya, karena saya sebagai orangtuanya saja tidak pernah lakukan kekerasan fisik, walaupun memang anak saya nakal.” Ucap Orangtua siswa
Berdasarkan laporan Orangtua korban, bahwa korban di cubit beberapa kali di seluruh bagian anggota tubuhnya hingga memukul dengan telapak tangan diareal dada korban pada saat berkunjung kerumah korban, serta disaksikan oleh orangtuanya dan tamu yang sedang berkunjung.
”Saya tahu anak saya dianianya karena saya dan suami melihat langsung dengan mata kepala saya sendiri, tidak kata orang lain, ” Ucapnya
Sementara ditempat yang berbeda, Kepala Sekolah SMPN 2 Pasawahan dengan dihadiri oleh beberapa guru telah dikonfirmasi, dan membenarkan adanya kejadian tersebut, namun dalam versi yang berbeda.
Selaku kepala sekolah, dirinya juga sangat menyanyangkan jika kejadian tersebut dianggap kekerasan, sebab menurutnya hal itu biasa dilakukan didalam dunia pendidikan guna mendidik para siswa yang memang bermasalah, namun tidak serta Merta melakukan kekerasan yang melebihi batas kewajaran, dan ia berharap masalah ini dapat diselesaikan dengan kekeluargaan serta meluruskan duduk permasalahannya.
” Saya sebagai kepala sekolah tidak bisa menjawab secara personal, mangkanya sy ingin mengumpulkan para guru yang diduga disangkakan, agar dapat memberikan keteranganya secara langsung terhadap media. ” Ucap kepsek
Sementara itu, terduga oknum guru yang bernama bu siti sekaligus sebagai walikelas korban secara langsung memberikan keteranganya, dan mengatakan bahwa ia mengakui apa yang disangkakan terhadapnya, namun lagi – lagi alasan yang sama bahwa itu adalah cara mendidik siswanya serta menunjukan rasa sayangnya pada siswa dengan melontarkan kata kata sambil emosi di depan para media.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No.82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, menyatakan bahwa tindak kekerasan yang dilakukan di lingkungan sekolah maupun antar sekolah, dapat mengarah kepada suatu tindak kriminal dan menimbulkan trauma bagi peserta didik.
Di sisi lain, Pasal 11 dan Pasal 12 Permendikbud 82/2015 menyebutkan sanksi terhadap oknum pelaku tindak kekerasan dilakukan secara proporsional dan berkeadilan sesuai tingkatan dan/atau akibat tindak kekerasan, Untuk itu potensi kekerasan di sekolah perlu dicegah, dan ditanggulangi dengan melibatkan berbagai unsur dalam ekosistem pendidikan, Di dalam peraturan menteri cukup jelas siapa saja yang terlibat, apa yang perlu dilakukan dan bagaimana cara-caranya.
mengayomi dan mendidik anak didiknya. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah diubah melalui Undang-Undang No.35 Tahun 2014.
Pasal 54 UU 35/2014
Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.
Selain itu, Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Perlindungan Anak juga telah secara tegas mengatur setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Bagi yang melanggarnya akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 Juta.
Atas kejadian yang terjadi di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Pasawahan Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa barat tersebut, para pihak Aparat Penegak hukum (APH) agar dapat berikan perhatian khusus dan segera memproses kejadian tersebut. (Tim)