Jangan Jadi Pemimpin Adigang Adigung Adiguna
Catatan Dr. Suriyanto PD, SH, MH, M.Kn.
Di dalam bahasa Jawa terdapat istilah Adigang, Adigung, dan Adiguna. Istilah ini tentu tidak asing lagi, dan menjadi petuah orang tua kita, agar kita tidak bersikap sombong, takabur, angkuh terhadap sesama manusia.
Menurut filosofi Jawa, orang tidak boleh memiliki ketiga sifat tersebut. Apalagi seorang pemimpin. Adigang dari segi bahasa berarti orang yang memiliki kelebihan kekuatan dan kekuasaan; memegang satu kendali yang ada di masyarakat. Orang tidak boleh membanggakan kekuatannya dan kekuasannya. Adapun Adigung adalah orang yang membanggakan harta, keturunan, dan keagungan lainnya. Sedangkan Adiguna adalah orang yang membanggakan kecerdasan, kemampuan, serta kepintarannya.
Memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang lain; baik dalam kekuasaan, harta, ataupun ilmu, tidak berarti bahwa kita boleh membanggakannya. Karena kelebihan yang kita miliki bukan untuk disombongkan ataupun dibangga-banggakan, karena kelebihan tersebut merupakan pinjaman dari Allah SWT dan akan diminta pertanggungjawabannya ketika di akhirat nanti.
Namun dalam praktik ‘kekuasaan’ yang terjadi saat ini, sering kita jumpai seorang pemimpin yang bersikap ‘adigang’ dengan cara menekan, mengatur, hanya untuk menuntaskan hasrat kepentingan politiknya saja, meski dengan menciderai dan menabrak aturan-aturan kesantunan dalam berpolitik.
Kejadian Adigang Adigung Adiguna sendiri muncul di dalam masyarakat modern saat ini sebagai suatu perilaku yang merugikan si pelaku maupun orang lain, dimana perilaku tersebut juga dipengaruhi oleh sikap dan emosi egois, dan hanya ingin menyelamatkan dirinya sendiri dan keluarga maupun kelompoknya dari kepentingan-kepentingan politik.
Untuk menuju tata kelola pemerintahan yang baik menuju masyarakat sejahtera, pempimpin yang lembah manah, diperlukan pemimpin yang lembah manah, baik pemimpin nasional, pemimpin wilayah hingga pemimpin daerah.
Sifat adigang, adigung, adiguna adalah pantangan bagi seorang pemimpin. Pemimpin harus memiliki kepekaan, sifat pengabdian, dan mampu mendengar jerit pilu rakyatnya.
Adigang, adigung, adiguna merupakan tuturan verbal yang merupakan cermin dari keinginan agar memiliki sifat rendah hati. Selain itu, menggambarkan rasa tidak ingin menyakiti hati orang lain dalam berbicara maupun bertindak.
Nasihat tersebut bertujuan supaya setiap orang memiliki sifat rendah hati. Umumnya orang tua selalu mengingatkan adagium tersebut ke siapa pun. Entah dalam bentuk pemberian nasihat, peringatan, atau kritikan.
Aja adigang, adigung, adiguna mengandung nasihat yang berisi agar orang tidak sombong. Diharapkan dengan ungkapan tersebut orang yang mendengarkan dapat bertumbuh dan berkembang dengan sikap rendah hati terhadap orang lain.
Kesombongan seseorang diibaratkan seperti sifat gajah yang mengandalkan kekuatannya (adigung), sifat ular yang mengandalkan bisanya (adigang), dan sifat kijang yang mengandalkan kemampuan melompatnya (adiguna).
Maka dari itu, di saat kita memiliki kekuasaan atau memegang salah satu kendali masyarakat, kita tidak boleh merasa lebih tinggi daripada orang lain sehingga kita menindas mereka. Sebaliknya, kita harus bersikap adil dan bijaksana. Begitupun ketika memiliki kelebihan harta, kemuliaan pada keturunan, atau bahkan kepintaran dan kemampuan; semua itu dapat dijadikan sarana bersyukur dan dimanfaatkan untuk membantu sesama makhluk.
Kelebihan-kelebihan tersebut juga dapat menjadi pelajaran bagi kita untuk terus mawas diri. Jangan sampai kelebihan yang ada disalahgunakan dengan tidak bijak. Sebaliknya; dengan menjadikan semua itu sebagai ajang untuk introspeksi diri, maka kita tidak akan mudah-mudah menyalahkan orang lain dan dapat selalu ber-muhasabah.
Red